Senin, 17 Juni 2013

Mengapa Kehidupan Manusia Menuju Sekularisasi???


             Dalam hal ini saya mengambil sekularisasi dalam kehidupan dicontohkan dalam kehidupan bernegara.  Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di bawah ini :

Sekularisme Dalam Kehidupan Bernegara
Dalam istilah politik, sekularisme adalah pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama negara, menggantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan pembedaan yang tidak adil dengan dasar agama. Hal ini dikatakan menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas.
Sekularisme, seringkali dikaitkan dengan Era Pencerahan di Eropa, dan memainkan peranan utama dalam perdaban barat. Prinsip utama Pemisahan gereja dan negara di Amerika Serikat, dan Laisisme di Perancis, didasarkan dari sekularisme.
Kebanyakan agama menerima hukum-hukum utama dari masyarakat yang demokratis namun mungkin masih akan mencoba untuk memengaruhi keputusan politik, meraih sebuah keistimewaan khusus atau. Aliran agama yang lebih fundamentalis menentang sekularisme. Penentangan yang paling kentara muncul dari Kristen Fundamentalis dan juga Islam Fundamentalis. Pada saat yang sama dukungan akan sekularisme datang dari minoritas keagamaan yang memandang sekularisme politik dalam pemerintahan sebagai hal yang penting untuk menjaga persamaan hak.
Negara-negara yang umumnya dikenal sebagai sekuler di antaranya adalah Kanada, India, Perancis, Turki, dan Korea Selatan, walaupun tidak ada dari negara ini yang bentuk pemerintahannya sama satu dengan yang lainnya.

Masyarakat Sekuler
Dalam kajian keagamaan, masyarakat dunia barat pada umumnya dianggap sebagai sekuler. Hal ini dikarenakan kebebasan beragama yang hampir penuh tanpa sanksi legal atau sosial, dan juga karena kepercayaan umum bahwa agama tidak menentukan keputusan politis. Tentu saja, pandangan moral yang muncul dari tradisi keagamaan tetap penting di dalam sebagian dari negara-negara ini.
Sekularisme juga dapat berarti ideologi sosial. Di sini kepercayaan keagamaan atau supranatural tidak dianggap sebagai kunci penting dalam memahami dunia, dan oleh karena itu dipisahkan dari masalah-masalah pemerintahan dan pengambilan keputusan.
Sekularisme tidak dengan sendirinya adalah Ateisme, banyak para Sekularis adalah seorang yang religius dan para Ateis yang menerima pengaruh dari agama dalam pemerintahan atau masyarakat. Sekularime adalah komponen penting dalam ideologi Humanisme Sekuler.
Beberapa masyarakat menjadi semakin sekuler secara alamiah sebagai akibat dari proses sosial alih-alih karena pengaruh gerakan sekuler, hal seperti ini dikenal sebagai Sekularisasi.

Alasan-Alasan Pendukungan Dan Penentangan Sekularisme
Pendukung sekularisme menyatakan bahwa meningkatnya pengaruh sekularisme dan menurunnya pengaruh agama di dalam negara tersekularisasi adalah hasil yang tak terelakkan dari pencerahan yang karenanya orang-orang mulai beralih kepada ilmu pengetahuan dan rasionalisme dan menjauh dari agama dan takhayul.
Penentang sekularisme melihat pandangan di atas sebagai arogan, mereka membantah bahwa pemerintaan sekuler menciptakan lebih banyak masalah dari pada menyelesaikannya, dan bahwa pemerintahan dengan etos keagamaan adalah lebih baik. Penentang dari golongan Kristiani juga menunjukkan bahwa negara Kristen dapat memberi lebih banyak kebebasan beragama daripada yang sekuler. Seperti contohnya, mereka menukil Norwegia, Islandia, Finlandia, dan Denmark, yang kesemuanya mempunyai hubungan konstitusional antara gereja dengan negara namun mereka juga dikenal lebih progresif dan liberal dibandingkan negara tanpa hubungan seperti itu. Seperti contohnya, Islandia adalah termasuk dari negara-negara pertama yang melegal kan aborsi, dan pemerintahan Finlandia menyediakan dana untuk pembangunan masjid.
Namun pendukung dari sekularisme juga menunjukkan bahwa negara-negara Skandinavia terlepas dari hubungan pemerintahannya dengan agama, secara sosial adalah termasuk negara yang palng sekuler di dunia, ditunjukkan dengan rendahnya persentase mereka yang menjunjung kepercayaan beragama.
Komentator modern mengkritik sekularisme dengan mengacaukannya sebagai sebuah ideologi antiagama, ateis, atau bahkan satanis. Kata Sekularisme itu sendiri biasanya dimengerti secara peyoratif oleh kalangan konservatif. Walaupun tujuan utama dari negara sekuler adalah untuk mencapai kenetralan di dalam agama, beberapa membantah bahwa hal ini juga menekan agama.
Beberapa filsafat politik seperti Marxisme, biasanya mendukung bahwasanya pengaruh agama di dalam negara dan masyarakat adalah hal yang negatif. Di dalam negara yang mempunyai kepercayaan seperti itu (seperti negara Blok Komunis), institusi keagamaan menjadi subjek di bawah negara sekuler. Kebebasan untuk beribadah dihalang-halangi dan dibatasi, dan ajaran gereja juga diawasi agar selalu sejalan dengan hukum sekuler atau bahkan filsafat umum yang resmi. Dalam demokrasi barat, diakui bahwa kebijakan seperti ini melanggar kebebasan beragama.
Beberapa sekularis menginginkan negara mendorong majunya agama (seperti pembebasan dari pajak, atau menyediakan dana untuk pendidikan dan pendermaan) tapi bersikeras agar negara tidak menetapkan sebuah agama sebagai agama negara, mewajibkan ketaatan beragama atau melegislasikan akaid. Pada masalah pajak Liberalisme klasik menyatakan bahwa negara tidak dapat "membebaskan" institusi beragama dari pajak karena pada dasarnya negara tidak mempunyai kewenangan untuk memajak atau mengatu agama. Hal ini mencerminkan pandangan bahwa kewenangan duniawi dan kewenangan beragama bekerja pada ranahnya sendiri-sendiri dan ketka mereka tumpang tindih seperti dalam isu nilai moral, kedua- duanya tidak boleh mengambil kewenangan namun hendaknya menawarkan sebuah kerangka yang dengannya masyarakat dapat bekerja tanpa menundukkan agama di bawah negara atau sebaliknya.

Jumat, 12 April 2013

Tugas ISBD



Masalah Laten Sosial
Masalah laten sosial (latent social problems) merupakan masalah sosial yang sebenarnya sudah ada, walaupun belum meluas, namun oleh sekelompok masyarakat ditutup-tutupi dan dianggap tidak ada. Masalah sosial ini sewaktu-waktu akan muncul menjadi masalah sosial manifes. Misalnya masalah konflik sosial yang disebabkan oleh suku, ras, agama, dan antar golongan, kebebasan hubungan seks di kalangan ramaja dan terorisme. Dimana Masalah sosial manifes (manifes social problems) merupakan masalah sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Kepincangan tersebut disebabkan karena tidak sesuainya dengan norma dan nilai masyarakat, sehingga anggota masyarakat melakukan penyimpangan (deviant behavior). Masyarakat pada umumnya tidak menyukai tindakan-tindakan menyimpang, sehingga berupaya untuk menghadapi dan mengatasi masalah sosial tersebut. Jadi masalah sosial manifes merupakan masalah sosial yang sudah ada dan terjadi.
Masalah laten sosial adalah masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat tetapi tidak diakui sebagai masalah. Hal ini umumnya disebabkan karena ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasinya. Adapun contoh masalah sosial laten diantaranya korupsi, kemacetan lalulintas karena sering menurunkan dan menaikan penumpang dimana saja, bencana alam banjir yang disebabkan oleh masyarakat yang tidak sadar akan sampah karena sering membuang sampah sembarangan.
1.      Korupsi
Korupsi adalah suatu tindakan kriminalitas yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk menguntungkan kelompok atau orang itu sendiri. Jelas korupsi menjadi permasalahan penting bagi negara kita, Indonesia. Karena memang kita sudah berfikir Si A tidak mungkin melakukan korupsi karena kelakuan baik sebelumnya, akhirnya ketika berkuasa tanpa sadar maupun sadar melakukannya.
Lalu timbul pertanyaan dalam benak saya, Apa Penyebab Korupsi? sejauh penelusuran  mungkin karena kita sejak kecil kurang terdidik untuk bersikap jujur, yang selalu meremehkan hal-hal kecil yang dampaknya bisa menjadi kebiasaan yang menimbulkan korupsi kecil maupun besar, tiap anak harus dididik sedisiplin mungkin maupun sejujur mungkin, karena hal ini lah yang akan memupuk Ia menjadi baik atau tidak kedepannya. Tentunya ini berkaitan dengan ilmu agama, karena setiap agama pasti mengajarkan kebaikan. Hal ini harus terus ditanamkan anak sejak kecil bahkan hingga dewasa, karena hanya orang-orang yang jauh dari agama yang melakukan korupsi dan banyak merugikan banyak orang.
Lalu bagaimana jika hal ini telah terjadi? Maka timbulah pertanyaan baru yaitu Bagaimana Cara Memberantas Korupsi? Yaa tentu saja kesadaran dalam diri masing. Beberapa dari mereka memberikan usul tentang Cara Memberantas Korupsi diantaranya :
  1. Negara China memberikan hukuman mati bagi mereka yang melakukan korupsi
  2. Negara Hongkong  ditahun 1974 karena mengetahui 99,9% anggota polisi dan Jaksa terlibat korupsi memecat seluruh polisi dan jaksa di negara tersebut
  3. Ada juga yang mengusulkan Terapkan hukum Islam, yaitu siapa yang korupsi potong tangan
  4. Yang saat ini dilakukan indonesia membuat tim anti korupsi KPK, dan lain sebagainya, dsb.
Dengan demikian orang yang melakukan korupsi tahu bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang salah karena tindakan tersebut sudah dibuat menjadi kebiasaan masalah tersebut dianggap biasa dan tidak takut lagi terhadap hokum karena telah diabaikan oleh para koruptor sehingga menumbulkan masalah laten social demi kepentingan dan kepuasan diri sendiri.



2.        Kemacetan Lalulintas
Dalam situasi kemacetan bahwa begitu banyak yang tidak memungkinkan aturan itu. Sering mereka tidak menggunakan helm, menerobos lampu lalu lintas, menaikan dan menurunkan penumpang dimana saja sehingga menghambat jalannya lalulintas, dan sebagainya. Ini meningkatkan tindakan cepat dan konsisten sehingga orang tidak berpikir dan merasa bahwa tindakan mereka tidak sesuai dengan aturan bahkan menjadi tindakan kebiasaan sehingga mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka adalah salah dan menjadi masalah dalam masyarakat. Akhirnya, itu menjadi masalah sosial laten.

3.      Membuang Sampah sembarangan
Sama seperti halnya masalah kemacetan lalulintas, orang tidak berpikir dan merasa bahwa tindakan membuang sampah sembarangan itu merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan bahkan dengan membuang sampah sembarangan lama kelamaan akan membuat alam menjadi rusak dan mengakibatkan bencana banjir yang akhirnya semua orang terkena dampaknya. Dan yang demikian merupakan masalah social yang sulit untuk diatasinya dan termasuk kedalam masalah laten social.
Oleh karera itu, untuk menanggulangi atau untuk mencari solusi masalah laten social itu berangkat dari diri kita masing-masing, bagaimana cara menyadari kesalahan-kesalahan yang menyimpang pada aturan-aturan juga yang dapat menyebabkan masalah bagi masyarakat yang lainnya (masalah social). Untuk sekarang kita harus bisa menjaga dan menjauhkan diri dan hati dari kebiasaan-kebiasaan yang buruk yang dianggap kita itu semua perbuatan yang tidak menyalahi aturan-aturan.

Sabtu, 24 November 2012

Open Source di Windows


Aplikasi open source yang bisa dijalankan di windows diantaranya Open Office GIMP, Octave, R, dll.
Untuk lebih tahu secara lengkap dari aplikasi opensource di windows dapat di dowload filenya
dibawah ini:

Download Open source di Windows

Moga bermanfaat iah guys........:) Trims..

Rabu, 17 Oktober 2012

Artikel Open Source

Aslm... buat bp. Aris Sunandang S.Kom tugas artikelnya sudah beres, sekarang tinggal di download aja pa...
makasihhh.... :) Irma Rusmiati MI-B....

Download Artikel Open Source.Doc

e-learning

Share Presentasi tentang e-learning....
haiiitman-teman kali aja kalian butuh informasi tentang e-learning, saya dah bikin nich bisa liat disini... mdh"n bermanfaat... ^.^
https://docs.google.com/open?id=0B3ivVK5GYN5ANU1Qa29NLVlmOUE

Minggu, 14 Oktober 2012

Activity Based Budgeting


Activity Based Budgeting

Melalui asumsi bahwa semua pendekatan dalam sistem manajemen strategik telah dilakukan, tulisan ini lebih banyak menyoroti mengenai short-range plan, berupa anggaran. Agar sejalan dengan paradigma baru, semua aktivitas lebih dititikberatkan pada customer value strategy atau pelayanan pelanggan (internal dan eksternal), continuous improvement, dan organizational system dengan aliran komunikasi yang bersifat bottom-up, continuous improvement, process way of thinking, team work, dan employee as a family , maka anggaran yang dianjurkan adalah activity-based budgeting.

Manajemen harus mempunyai alat yang tepat untuk membantunya dalam menghadapi tuntutan perubahan-perubahan lingkungan yang dinamis. Alat tersebut harus tidak hanya membantu untuk mengalokasi secara optimum sumber-sumber untuk mencapai visi, strategi, dan tujuan organisasi pada saat ini, tetapi harus sebagai jalan mencapai tujuan akhir organisasi.

Melalui integrasi aktivitas-aktivitas yang ada terhadap anggaran akan dapat merespon kebutuhan-kebutuhan yang timbul secara dinamis. Anggaran yang dapat memenuhi syarat-syarat dinamika perubahan adalah activity-based budgeting (lihat misalnya, Brimson dan Fraser, 1991; Bunce dan Fraser, 1997; Antos, 1997; Anonymous, 1998; dan Brimson dan Antos, 1999). Activity-based budgeting dikenal sebagai pendekatan baru yang menghasilkan proses manajemen yang berkelanjutan secara efektif. Pendekatan ini dikembangkan oleh konsultan Coopers and Lybrand Deloitte yang mengkombinasikan praktek-praktek manajemen terkenal, diturunkan dari priority base budgeting dan total quality, bersama-sama dengan activity-based cost management concept (Brimson dan Fraser, 1991).

Activity-based budgeting merupakan proses penyusunan anggaran yang berfokus pada improvement terhadap sistem yang digunakan oleh organisasi agar dapat menghasilkan value bagi pelanggan (Brimson dan Antos, 1999) dan berfokus pada proses secara integral terhadap suatu organisasi (McClenahen, 1995), serta merupakan proses perencanaan dan pengendalian aktivitas-aktivitas yang diharapkan oleh organisasi agar mencapai anggaran yang cost-effective dan memenuhi workload sesuai dengan tujuan dan strategi organisasi (Antos,1997).

Activity-based budgeting dapat diaplikasikan pada semua organisasi dan fungsi, termasuk untuk perusahaan jasa, dan fungsi-fungsi overhead, sebaik pada perusahaan manufaktur dimana konsep ini mula-mula diterapkan (lihat misalnya, Newberry dan Bacon, 1994; dan Brinson dan Antos, 1998). Adanya tantangan baru mendorong semua organisasi komersial ataupun non komersial memusatkan perhatiannya pada overall cost.

Historical financial information and budgeting are inadequate to support the difficult decisions that
need to be made. Activity-based budgeting have been used with success in other industries as good as in manufacturing industry (Newberry dan Bacon, 1994: 50).

Activity-based budgeting didisain sebagai proses manajemen, operasi pada level aktivitas untuk continuous improvement pada kinerja dan biaya (Brimson dan Fraser, 1991). Activity-based budgeting membangun manajemen yang efektif secara berkesinambungan dan mempererat hubungan antara planning dan budgeting dan sebagai dasar untuk more effective control. Mengenai activity -based budgeting perlu dibandingkan lebih dahulu mindset activity-based budgeting dengan mindset traditional budgeting (dikenal sebagai functional-based budgeting) agar dapat diperoleh gambaran yang jelas (disarikan dari Brimson dan Antos, 1999).
Mindset yang melandasi traditional budgeting (functional budgeting)

Traditional budgeting dilandasi oleh dua buah mindset.
*   Controlling mindset. Dalam menjalankan perusahaan, senior manajer bertanggung jawab terhadap strategi dan tujuan perusahaan sedangkan bawahan hanya menjalankan aktivitas utama perusahaan. Bawahan tidak bertanggung jawab terhadap strategi dan tujuan perusahaan, atasan mengendalikan perusahaan sepenuhnya dan memantau para karyawan untuk memenuhi target yang telah ditentukan sebelumnya. Anggaran yang ada hanya digunakan sebagai alat untuk mengkontrol kegiatan para karyawan dalam menjalankan aktivitasnya.
*    Problem-solving mindset. Penyusun anggaran tidak mempunyai informasi tentang sumber daya yang dikonsumsi untuk setiap aktivitas. Hal ini menyebabkan manajer lebih memfokuskan ke tujuan jangka pendek, lebih bersifat penyelesaian masalah yang ada (result way of thinking) daripada ke penggalian berbagai peluang yang mungkin dicapai oleh perusahaan.

Traditional budget hanya cocok jika lingkungan organisasi yang dihadapi bersifat stabil dan terkendali. Jika asumsi lingkungan tersebut tidak terpenuhi maka peranan traditional budget justru menjadi penghambat laju perusahaan. Proses penyusunan traditional budget memiliki beberapa macam kekurangan, yang meliputi: (1) berfokus pada tujuan fungsional, (2) tidak memotivasi manajer untuk melakukan improvement berkelanjutan, (3) lebih dilandasi oleh problem-solving mindset daripada opportunity mindset, dan (4) lebih terfokus ke aspek keuangan daripada ke rencana aktivitas (Brimson dan Antos, 1999: 16).

Fokus pada tujuan fungsional menyebabkan pemikiran yang sempit. Fungsi didasarkan hanya atas spesialisasi keahlian personel dalam mengelola bagiannya sehingga diperlukan berbagai personel dari berbagai keahlian dan disiplin untuk memecahkan masalah dan peluang bisnis yang kompleks. Manajer tidak termotivasi untuk melakukan improvement. Improvement hanya dapat dilaksanakan jika manajer bertanggung jawab terhadap proses secara penuh sehingga mendorong adanya continuous improvement. Opportunity mindset tidak dapat dicapai dalam traditional budgeting karena manajer hanya melihat kegiatan dalam jangka pendek. Ketiadaan informasi tentang aktivitas dan sumber daya yang dikonsumsi untuk setiap aktivitas menyebabkan manajer memfokuskan ke tujuan-tujuan yang bersifat jangka pendek, lebih bersifat penyelesaian masalah (problem solving atau result way of thinking) yang ada daripada ke penggalian berbagai peluang yang mungkin dicapai oleh
organisasi.

Sistem penyusunan anggaran di dalam manajemen tradisional lebih didominasi oleh aspek perencanaan keuangan, bukan aspek perencanaan aktivitas. Anggaran berbasis fungsi hanya ditujukan untuk mengestimasi berapa target biaya yang harus dikeluarkan oleh fungsi tertentu selama tahun anggaran untuk mencapai target yang direncanakan dalam periode tersebut. Manajer fungsi tidak memiliki gambaran menyeluruh tentang keseluruhan aktivitas yang digunakan oleh organisasi untuk mewujudkan target organisasi.. Perhatian manajer tersebut lalu hanya tertuju ke aspek keuangan yang terjadi di fungsinya, bukan ke rencana aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan output bagi pelanggan, baik intern maupun ekstern.

Mindset yang melandasi activity-based budgeting

Activity-based budgeting dilandisi oleh lima buah mindset.
*      Customer value mindset. Dalam penyusunan anggaran, penyusun anggaran (budgetees) yang terdiri dari manajer sistem, ketua tim, manajer fungsi utama, dan manajer fungsi pendukung, merencanakan aktivitas selama tahun anggaran dengan dilandasi semangat untuk memuaskan kebutuhan customer. Fokus perhatian penyusun anggaran harus diletakan pada pengelolaan aktivitas yang terdiri dari: (1) activity elimination, penghilangan aktivitas yang tidak menambah nilai bagi customer, (2) activity reduction, pengurangan aktivitas yang tidak menambah nilai bagi customer, (3) activity sharing, pemanfaatan aktivitas penambah nilai yang belum secara optimum digunakan, dan (4) activity selection, pemilihan aktivitas penambah nilai yang paling efisien.
*      Continuous improvement mindset. Dalam penyusunan anggaran, manajer sistem memimpin anggota timnya dalam melakukan continuous improvement terhadap sistem yang digunakan untuk melayani customer. Manajer fungsi utama dan manajer fungsi pendukung memimpin karyawan fungsinya dalam melakukan improvement kualitas sumber daya manusia dan sumber daya lain (prasarana, sarana, informasi, dan teknologi) yang dimanfaatkan oleh manajer sistem. Continuous improvement mindset juga digunakan untuk memerangi rasa puas personel atas kinerja sumber daya manusia dan kinerja sistem yang sekarang dicapai.
*      Cross-functional mindset. Organisasi difokuskan untuk memuaskan kebutuhan customer, melalui pembentukan tiga sistem permanen, yaitu: sistem inovasi, sistem operasi, dan sistem layanan purna jual. Setiap sistem dijalankan oleh suatu tim lintas fungsional, yang anggotanya berasal dari berbagai fungsi utama organisasi. Penyusunan anggaran dilandasi oleh cross-fungctional mindset. Mindset ini mampu menghasilkan perencanaan aktivitas yang kompleks, cepat, terintegrasi, dan andal untuk mengasilkan value bagi customer.
*      Employee empowerment mindset. Karyawan berada di garis depan dalam pemberian layanan kepada customer. Dalam proses penyusunan anggaran diperlukan pengikutsertaan dan pemberian kesempatan kepada karyawan untuk merencanakan aktivitas yang digunakan untuk melayani customer dalam proses penyusunan anggaran.
*      Opportunity mindset. Hasil ekonomi (economic result) diperoleh organisasi dari pengeksploitasian peluang, bukan dari pemecahan masalah. Hasil diperoleh organisasi karena produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi memiliki value bagi customer. Customer lah yang memutuskan bahwa suatu hasil mempunyai value baginya. Unggul (distinct) jika hasil ber value dibandingkan dengan hasil yang diproduksi oleh organisasi lain, memiliki keunggulan atau leadership (berani tampil beda). Suatu hasil yang mediocre tidak akan mempunyai value bagi customer sehingga akan diabaikan oleh pelanggannya.

Activity-based budgeting berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan traditional budgeting. Secara ringkas perbedaan traditional budgeting dan activity-based budgeting dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Perbedaan traditional budgeting dan activity-based budgeting

Bidang Perbedaan
Traditional Budgeting
Activity-Based Budgeting
Fokus
Fungsi
Sistem
Penyusun Anggaran
(Budgetees)
Manajer Fungsional

· Manajer sistem
· Ketua tim
· Manajer fungsi utama
· Manajer fungsi pendukung
Tujuan

·  Menjalankan bagian dari sistem yang ada
· Memenuhi kebutuhan fungsi
· Melaksanakan pengendalian
· Cost control

·  Melakukan improvement terhadap sistem
· Memuaskan kebutuhan customers
· Meraih kesempatan
· Cost reduction

Sumber: Brimson dan Antos (1999), dirangkum
Berdasarkan tabel 1 di atas, perbedaan yang paling besar antara traditional budgeting dan activity based budgeting adalah banyaknya informasi yang dibutuhkan untuk membangun anggaran.

One of the biggest differences between traditional budgeting and activity-based budgeting is the amount of information needed to develop the budgets. Activity-based budgeting requires much more information in two form, (1) the information about the relationship between resource consumption , and (2) there is a need to understand the relation between secondary output quantities and secondary resource consumption (Cooper dan Slagmulder-part 1, 2000: 26)

Keunggulan Activity-Based Budgeting
Dibandingkan dengan traditional budgeting, activity-based budgeting memiliki keunggulan sebagai berikut ini (disarikan dari Connally dan Ashworth, 1994; Lukens, 1995; dan Cooper dan Kaplan, 1998)
1. Orientasi personel diarahkan ke pemenuhan kebutuhan customers, proses penyusunan anggaran mengarahkan perhatian seluruh personel organisasi ke pencarian berbagai peluang untuk melakukan improvement (process way of thinking) terhadap sistem yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customers. Keadaan seperti ini menjanjikan tercapainya efektivitas kegiatan bisnis perusahaan yang pada gilirannya diharapkan akan menghasilkan financial return yang memadai bagi perkembangan organisasi melalui loyalitas pelanggan.
2. Fokus penyusunan anggaran pada perencanaan aktivitas, digunakan untuk menghasilkan value bagi customers. Penyusunan anggaran akan memperoleh gambaran yang jelas antara penyebab dan akibat. Biaya timbul sebagai akibat dari adanya aktivitas. Jika personel akan mengurangi biaya, cara efektif yang dapat ditempuh dengan mengelola penyebab timbulnya biaya tersebut, yaitu aktivitas. Anggaran merupakan langkah strategik untuk melaksanakan pengurangan biaya (cost reduction) melalui perencanaan aktivitas yang mengkonsumsi biaya. Kejelasan hubungan sebab-akibat menyebabkan personel mempunyai target yang jelas yang harus dicapai selama tahun anggaran. Kejelasan target, seperti target aktivitas, cost reduction target, dan target peningkatan penghasilan (revenue enhancement target), akan meningkatkan kejelasan peran yang disandang oleh personel. Kondisi ini akan membangkitkan semangat dalam diri personel dalam mewujudkan tujuannya (empowerment).
3. Activity-based budgeting mendorong personel untuk mengimplementasikan cara berpikir berbasis sistem (system thinking), keputusan improvement di satu bidang tidak dapat dilepaskan pengaruhnya terhadap bidang lainnya. Keseluruhan lebih penting daripada sekedar bagian-bagiannya. Hal ini berbeda dengan dengan traditional budgeting yang memandang bagian atau fungsi lebih penting daripada keseluruhan.

Activity-based budgeting menitikberatkan pada level aktivitas dan variabilitas biaya hubungannya terhadap keputusan yang menyebabkan munculnya biaya aktivitas tersebut (Marrow dan Connally, 1991). Secara rinci dapat di jabarkan sebagai berikut di bawah ini:
1. Menitikberatkan pada biaya aktivitas. Biaya dilaporkan secara akurat sesuai dengan aktivitas-aktivitas yang mendasarinya. Proses ini akan mengidentifikasikan sumber-sumber keunggulan organisasi dalam mencapai tujuannya.
2. Alokasi sumber pada level tinggi dan rendah untuk setiap aktivitas tersebut. Dengan mengetahui level setiap aktivitas, prioritas dapat dapat dilakukan.
3.  Mendorong munculnya new thinking. Memotivasi timbulnya kreatifitas karena dalam penyusunan semua aktivitas melibatkan semua bagian melalui suggestion system.
4.  Memfasilitasi cost cutting. Biaya akan dapat dihemat karena dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing aktivitas.

Proses Penyusunan Activity-Based Budget
Secara garis besar proses penyusunan activity-based budget dapat dilihat pada gambar berikut ini:
(Brimson dan Fraser, 1991).


Planning









 

























Dari gambar 2, proses penyusunan activity-based budget dilaksanakan melalui enam tahap berikut:
1.  menanamkan customer value mindset dan continuous improvement mindset ke dalam diri budgetees;
2. menganalisis aktivitas;
3. menyusun rencana kegiatan dan rencana improvement terhadap sistem selama tahun anggaran;
4. melakukan estimasi pendapatan dan atau biaya pelaksanaan kegiatan, baik yang rutin maupun yang bersifat improvement;
5. mengajukan usul rancangan anggaran tim dan fungsi ke komite anggaran;
6.  melaksanakan proses review dan pengesahan terhadap rancangan anggaran.

Tuntutan Perubahan Paradigma di Semua jenis Perusahaan, Termasuk Perusahaan non Komersial

Penerapan activity-based budgeting di perusahaan-perusahaan mulai dilakukan pada awal abad 21. Melalui proses penyesuaian yang panjang, tahap demi tahap, perusahaan yang ingin tetap survive harus mengubah paradigma lama ke paradigma baru (lihat misalnya, Shein, 1985; Ott, 1989; Kirby dalam Stahl dan Bounds, 1991, dan Hammer dan Champy, 1993). Persaingan yang semakin ketat di dunia usaha menuntut perusahaan-perusahaan untuk melakukan perubahan secara mendasar.

Berbeda dengan perusahaan komersial, perusahaan non komersial seperti rumah sakit, perguruan tinggi, yayasan-yayasan sosial, dan public services, masih banyak yang menggunakan mindset lama. Hal ini dikarenakan tuntutan akan perubahan belum terasa di abad 20. Adanya era reformasi disegala bidang pada abad 21 ini, tuntutan perubahan terjadi untuk semua organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan yang amat cepat.